Depok Channel 98 News – Dalam pengaturan keuangan Pemkot Depok diduga masih terjadi penyisihan Piutang pada tahun 2021 yang sangat pantastik nilainya.
Dalam sistem akuntansi, piutang dicatat pada laporan keuangan, yaitu pada laporan neraca. Dimana piutang termasuk kedalam kategori aset lancar (piutang jangka pendek). Piutang menunjukan suatu potensi ekonomi yang akan diterima dimasa yang akan datang. Piutang jangka pendek adalah jumlah uang yang akan diterima oleh Pemerintah dan/atau hak Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian, kewenangan pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah, yang diharapkan diterima Pemerintah dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Demikian definisi piutang jangka pendek menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 22/PMK.05/2022 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat. Sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat, maka keuangan negara (termasuk piutang negara) harus dikelola dan dilaporkan dengan baik, transparan dan akuntabel.
Menurut ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Pemantau Korupsi Dan Nepotisme ( LSM – GPKN ) Moch.Soleh , Definisi Piutang Negara menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Pusat dan/atau hak Pemerintah Pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. Sementara pengertian Piutang Negara menurut Undang-undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), ialah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau Badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu Peraturan, perjanjian atau sebab apapun. Sedangkan PMK Nomor 240/PMK.06/2016 tentang Pengurusan Piutang Negara menyatakan Piutang Negara sebagai jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun.
Lebih lanjut lagi kata Moch.Soleh Ketum LSM GPKN Sesuai dengan Pasal 9 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, salah satu tugas dari Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya adalah mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya. Oleh karena itu menjadi tanggung jawab dari setiap Kementerian Negara/Lembaga (K/L) untuk melakukan pengelolaan piutang dan utang negara yang ada pada K/L tersebut. Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 49 Tahun 1960 juga telah menyatakan bahwa Piutang Negara pada tingkat pertama pada prinsipnya diselesaikan oleh instansi-instansi dan badan-badan yang bersangkutan. Apabila penyelesaian Piutang Negara itu tidak mungkin lagi terutama disebabkan penanggung hutang tidak ada kesediaan dan termasuk penanggung hutang “nakal” maka oleh instansi-instansi dan badan-badan yang bersangkutan penyelesaiannya diserahkan kepada Panitya (PUPN).
PUPN merupakan lembaga yang diberi tugas untuk mengurus Piutang Negara berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. PUPN adalah panitia yang bersifat interdepartemental yang anggotanya terdiri dari pejabat pada Kementerian Keuangan, Kejaksaan, dan Kepolisian. PUPN dalam melaksanakan tugasnya, kegiatan administrasinya dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan, yaitu Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Unit vertikal DJKN dibawahnya yaitu Kanwil DJKN dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), bertugas melaksanakan kegiatan administrasi pada PUPN Cabang di daerah. Anggota PUPN Cabang terdiri dari pejabat pada Kanwil DJKN dan/atau KPKNL, Kejaksaan Tinggi, Kepolisian Daerah, dan Pejabat dari Pemerintah Daerah. Kententuan mengenai keanggotaan dan tata kerja PUPN diatur dalam PMK Nomor 102/PMK.06/2017. ucapnya.( Fadil )